
Geng F’x Squad
Bos, begitulah teman-temanku memanggilku, tak ada
yang berani menyebutku dengan nama asliku (Iklas
Amal) kecuali para guru. Di sekolah aku adalah orang yang paling ditakuti
oleh seluruh murid, maklum saja aku adalah ketua baru “F’xSquad” (geng
anak-anak berandal SMAN Flacix). Kehormatan ini di berikan oleh sepupu ku yang
udah jadi ketua Geng sebelumnya. Alasan dia memberikannya padaku karena dia
bilang kalau akulah yang paling sangar di antara yang lainnya, postur badanku yang
lumayan cukup tinggi dan kurus menggoda ( sangar lah pokoknya wkwkwk ) plus
satu bekas luka sayatan di pahaku memang membuatku terlihat sangar.
Sedekah, rajin ibadah,
nyontek, brantem, bolos udah jadi agenda kegiatan sehari-hariku. Makanya tidak
jarang aku di beri peringatan dan hukuman oleh para guru, namun bukan Bos F’xSquad namanya bila gitu saja
udah kapok.
Bel istirahat pun berbunyi,
aku berinisiatif mengadakan rapat tertutup anggota yang pertama kalinya di
lakukan dalam persejarahan Geng “F’xSquad”. Sontak saja sebagian dari mereka
ada yang tertawa, namun hal itu tidak aku biarkan begitu saja, aku beri mereka
sedikit pelajaran dengan memberikan mereka tausiyah Ustad Abdul Somad yang
sudah kuunduh dari youtube menggunakan hotspot temenku si Arip. Dan kalau
mereka tidak ingin mendengarkan tausiyah yang kuperlihatkan maka satu
kenikmatan sentuhan empuk kepal tanganku ini yang udah merindukan bonyoknya
muka-muka pecundang kaya mereka. Rapat ini aku adakan di markas utama (IPA-6)
dan markas darurat (Kantin Wak Den/Kak Lah). Dalam rapat yang berlangsung
tegang dan begitu khidmat ini di bahas mengenai Anggaran pemasukan yang
nantinya akan di gunakan untuk membuat pakaian seragam anak ‘F’xSquad’ untuk memberi kesan sangar dan kompak juga
untuk dana sumbangan pembangunan Pesantren
Gratis F’xSquad Nurul Hidayah.
“siapa yang punya ide, dari
mana kita dapet pemasukan?” tanyaku memecah ketegangan sambil membuka forum
rapat asal-asalan ini.
“gimana kalo kita buat koperasi kelas aja bos, kan di sekolah kita belum ada..!” saran si Parhan sambil ngacungin tangannya.
“heh han, lu kira ini rapat DPR apa? Pake koperasi segala” bentak si Haikal sambil jitak pala si Parhan.
“itu Geng Sekolah kreatif namanya oi Kal, yang lain belum adakan?” balas si Parhan sambil melancarkan serangan balasannya.
Akhirnya mereka berdua saling jitak-menjitak, Suasana yang tadinya tegang kini buyar karena tingkah mereka berdua. Si Aldi, si Riyan, dan yang lainya terlihat mulai rilek dan teresenyum manis.
“udah, diam kalian,,,” bentak ku melerai mereka sambil menatap mereka berdua dengan pandangan bak singa menerkam, tentu saja suasana yang tadinya mulai cair kini mencekam kembali.
“gimana kalo kita buat koperasi kelas aja bos, kan di sekolah kita belum ada..!” saran si Parhan sambil ngacungin tangannya.
“heh han, lu kira ini rapat DPR apa? Pake koperasi segala” bentak si Haikal sambil jitak pala si Parhan.
“itu Geng Sekolah kreatif namanya oi Kal, yang lain belum adakan?” balas si Parhan sambil melancarkan serangan balasannya.
Akhirnya mereka berdua saling jitak-menjitak, Suasana yang tadinya tegang kini buyar karena tingkah mereka berdua. Si Aldi, si Riyan, dan yang lainya terlihat mulai rilek dan teresenyum manis.
“udah, diam kalian,,,” bentak ku melerai mereka sambil menatap mereka berdua dengan pandangan bak singa menerkam, tentu saja suasana yang tadinya mulai cair kini mencekam kembali.
Melihat muka mereka yang
tegang dan luarbiasa mengenaskan, membuatku tak tahan untuk tertawa
terbahak-bahak kaya orang gila. Namun anak buahku hanya bengong kebingungan
karena belum menyadari celana si Parhan yang basah karena ompolnya. Entah
karena ketakutan atau udah kebiasaan, yang jelas celana si Parhan terkena
banjir bandang.
“yaaah, celana eke basah dech” kata si Parhan sedikit rempong sambil memandang ke arah celananya.
Sontak saja seluruh anggota dewan-dewan beradal yang hadir melihat ke aranya, dan menertawainya.
“ikh, jijik banget lu Paran-rempong” ejek si Haikal sambil menutup rapat-rapat kedua hidungnya.
Karena bau pesing ompol si Parhan, membuat semua anggota ‘F’xSquad’ yang hadir hampir mati terkecut-kecut kebauan hingga akhirnya rapatpun di pindah ke Markas Darurat (Kantin Wak Den). Sementara si Parhan pulang kerumahnya untuk mengganti celananya yang jibrug.
“yaaah, celana eke basah dech” kata si Parhan sedikit rempong sambil memandang ke arah celananya.
Sontak saja seluruh anggota dewan-dewan beradal yang hadir melihat ke aranya, dan menertawainya.
“ikh, jijik banget lu Paran-rempong” ejek si Haikal sambil menutup rapat-rapat kedua hidungnya.
Karena bau pesing ompol si Parhan, membuat semua anggota ‘F’xSquad’ yang hadir hampir mati terkecut-kecut kebauan hingga akhirnya rapatpun di pindah ke Markas Darurat (Kantin Wak Den). Sementara si Parhan pulang kerumahnya untuk mengganti celananya yang jibrug.
Di kantin, si Arip
melontarkan ide busuknya yang brilian.
“Gimana kalau kita malak ke tiap kelas di sekolah ini, ya minimal per kelas nyetor 100.000-lah perhari” saran si Arip sambil nyantap nasi goreng Wak Den kesukaannya.
“ide bagus tuh bos, tumben elu pinter Rip?.” ucap si Haikal sambil menepuk pundak si Arip Sang Preman Mon Gedong itu.
“yaah.. elu kal, dari dulu kali kalo dalam urusan kaya gini gua pasti jagonya..” balas si Arip dengan nada sombongnya.
“tapi gimana kalau mereka lapor ke guru?” tanya ku sambil mengira-ngira.
“yeeh si bos, mana mungkin mereka berani lapor, kita kan pengusaha, eh maksud gue penguasa yang paling ditakutinin disini bos” jawab si Arip belepotan.
“iya bener bos, ancam aja mereka, kalau berani lapor kita Ruqyah..eh, Royokin” tambah si Haikal sambil menggesekan jari telunjuknya ke leher pendeknya.
“tapi apa upetinya gak ke tinggian tuh Rip…?” tanya si Mamat yang dari tadi khusyu mendengarkan dialog kami dengan yang lainya.
“kalo besarnya uang upetinya terserah si Bos aja..” jawab si Arip sambil melirik ke arahku.
“gimana kalo kita minta seikhlasnya aja?” usulku.
“apa gak enakan di mereka tuh bos?” tanya si Arip dengan terheran-heran..
“kalau kita tentuin, kasian buat mereka, bisa-bisa mereka pada kabur dari sekolah ini, gimana kalian setuju?” jawab ku bak hakim yang bijak.
“ya setuju..,” jawab mereka dengan kompak.
Bell kembali berbunyi, sebagai pertanda kami haru masuk ke ruang kelas yang membosankan.
“Gimana kalau kita malak ke tiap kelas di sekolah ini, ya minimal per kelas nyetor 100.000-lah perhari” saran si Arip sambil nyantap nasi goreng Wak Den kesukaannya.
“ide bagus tuh bos, tumben elu pinter Rip?.” ucap si Haikal sambil menepuk pundak si Arip Sang Preman Mon Gedong itu.
“yaah.. elu kal, dari dulu kali kalo dalam urusan kaya gini gua pasti jagonya..” balas si Arip dengan nada sombongnya.
“tapi gimana kalau mereka lapor ke guru?” tanya ku sambil mengira-ngira.
“yeeh si bos, mana mungkin mereka berani lapor, kita kan pengusaha, eh maksud gue penguasa yang paling ditakutinin disini bos” jawab si Arip belepotan.
“iya bener bos, ancam aja mereka, kalau berani lapor kita Ruqyah..eh, Royokin” tambah si Haikal sambil menggesekan jari telunjuknya ke leher pendeknya.
“tapi apa upetinya gak ke tinggian tuh Rip…?” tanya si Mamat yang dari tadi khusyu mendengarkan dialog kami dengan yang lainya.
“kalo besarnya uang upetinya terserah si Bos aja..” jawab si Arip sambil melirik ke arahku.
“gimana kalo kita minta seikhlasnya aja?” usulku.
“apa gak enakan di mereka tuh bos?” tanya si Arip dengan terheran-heran..
“kalau kita tentuin, kasian buat mereka, bisa-bisa mereka pada kabur dari sekolah ini, gimana kalian setuju?” jawab ku bak hakim yang bijak.
“ya setuju..,” jawab mereka dengan kompak.
Bell kembali berbunyi, sebagai pertanda kami haru masuk ke ruang kelas yang membosankan.
MARI TUNGGU KELANJUTAN CERITANYAA :v
Uu taksaba nye menunggu next nye
ReplyDelete